Kamis, 02 Mei 2013

Manusia Dan Tanggung Jawab



     Tanggung jawab adalah sifat terpuji yang mendasar dalam diri manusia. Selaras dengan fitrah. Tapi bisa juga tergeser oleh faktor eksternal. Setiap individu memiliki sifat ini. Ia akan semakin membaik bila kepribadian orang tersebut semakin meningkat. Ia akan selalu ada dalam diri manusia karena pada dasarnya setiap insan tidak bisa melepaskan diri dari kehidupan sekitar yang menunutut kepedulian dan tanggung jawab. Inilah yang menyebabkan frekwensi tanggung jawab masing-masing individu berbeda.
     Setiap manusia lahir didunia ini memiliki tanggung jawab untuk hidup dan untuk dihidupi, pada saat ini kita sedang ditanggung jawabi oleh orang tua kita untuk sekolah keerguruan tinggi agar kelak tidak kalah dengan zaman. dan kita juga memiliki tanggung jawab kepada orang tua kita untuk bertanggung jawab atas usaha kita dalam kuliah

     Tanggung jawab mempunyai kaitan yang sangat erat dengan perasaan. Yang kami maksud adalah perasaan nurani kita, hati kita, yang mempunyai pengaruh besar dalam mengarahkan sikap kita menuju hal positif. Nabi bersabda: "Mintalah petunjuk pada hati (nurani)mu."

     Tanggung jawab bisa dikelompokkan dalam dua hal. Pertama, tanggung jawab individu terhadap dirinya pribadi. Dia harus bertanggung jawab terhadap akal(pikiran)nya, ilmu, raga, harta, waktu, dan kehidupannya secara umum. Rasulullah bersabda: "Bani Adam tidak akan lepas dari empat pertanyaan (pada hari kiamat nanti); Tentang umur, untuk apa ia habiskan; Tentang masa muda, bagaimana ia pergunakan; Tentang harta, dari mana ia peroleh dan untuk apa ia gunakan; Tentang ilmu, untuk apa ia amalkan."

     Kedua, tanggung jawab manusia kepada orang lain dan lingkungan (sosial) di mana ia hidup. Kita ketahui bersama bahwa manusia adalah makhluq yang membutuhkan orang lain dalam hidupnya untuk pengembangan dirinya. Dengan kata lain, ia mempunyai kewajiban-kewajiban moral terhadap lingkungan sosialnya. Kewajiban sangat erat kaitannya dengan eksistensi seseorang sebagai bagian dari masyarakat. Kita sadar bahwa kalau kita tidak melaksanakan tanggung jawab terhadap orang lain, tidak pantas bagi kita menuntut orang lain  untuk bertanggung jawab pada kita. Kalau kita tidak berlaku adil pada orang lain, jangan harap orang lain akan berbuat adil pada kita.

     Ada sebagian orang yang berkata bahwa kesalahan-kesalahan yang ia lakukan adalah takdir yang telah ditentukan Tuhan kepadanya. Dan dia tidak bisa menolaknya. Satu misal sejarah; suatu ketika di masa Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan  kemudian dibawa ke hadapan khalifah. Beliau bertanya: "Mengapa kamu mencuri?", pencuri itu menjawab "Ini adalah takdir. Saya tidak bisa menolaknya." Khalifah Umar kemudian menyuruh sahabat-sahabat untuk menjilidnya 30 kali. Para sahabat heran dan bertanya "Mengapa dijilid? bukankah itu menyalahi aturan?"  Khlaifah menjawab "Karena ia telah berdusta kepada Allah."
 

MAKNA TANGGUNG JAWAB

     Kata Tanggung jawab tidak asing lagi didalam pikiran kita, artinya adalah siap menerima kewajiban atau tugas yang di bebankan kepada kita. Arti tanggung jawab di atas semestinya sangat mudah untuk dimengerti oleh setiap orang. Tetapi jika kita diminta untuk melakukannya sesuai dengan definisi tanggung jawab tadi, maka seringkali masih merasa sulit, merasa keberatan, bahkan ada orang yang merasa tidak sanggup jika diberikan kepadanya suatu tanggung jawab. Kebanyakan orang mengelak bertanggung jawab, karena jauh lebih mudah untuk “menghindari” tanggung jawab, daripada “menerima” tanggung jawab.
     Banyak orang mengelak bertanggung jawab, karena memang lebih mudah menggeser tanggung jawabnya, daripada berdiri dengan berani dan menyatakan dengan tegas bahwa, “Ini tanggung jawab saya!” Banyak orang yang sangat senang dengan melempar tanggung jawabnya ke pundak orang lain.
Oleh karena itulah muncul satu peribahasa, “lempar batu sembunyi tangan”. Sebuah peribahasa yang mengartikan seseorang yang tidak berani bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, sehingga dia membiarkan orang lain menanggung beban tanggung jawabnya. Bisa juga diartikan sebagai seseorang yang lepas tanggung jawab, dan suka mencari “kambing hitam” untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari perbuatannya yang merugikan orang lain.
     Sebagian orang, karena tidak bisa memahami arti dari sebuah tanggung jawab; seringkali dalam kehidupannya sangat menyukai pembelaan diri dengan kata-kata, “Itu bukan salahku!” Sudah terlalu banyak orang yang dengan sia-sia, menghabiskan waktunya untuk menghindari tanggung jawab dengan jalan menyalahkan orang lain, daripada mau menerima tanggung jawab, dan dengan gagah berani menghadapi tantangan apapun di depannya.
     Banyak kejadian di negara kita ini, yang disebabkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, malah sering dimenangkan atau diberikan bantuan berlebihan oleh lingkungannya dengan sangat tidak masuk akal. Sungguh sangat menyedihkan. Di masa kini, kita memiliki banyak orang yang mengelak bertanggung jawab; karena mereka ini mendapatkan keuntungan dari sikapnya itu.
Dan gilanya, “lepas tanggung jawab” itu sering didukung oleh lingkungan dekatnya, teman-temannya, anak buahnya, atasannya, anak kandungnya, bahkan didukung oleh istri atau suaminya. Anda bisa lihat, misalnya, korupsi, dan manipulasi. Sebagian besar orang-orang di lingkungan dekatnya pasti mendukungnya, karena mereka semua pasti ikut merasakan hasil-hasil dari korupsi atau manipulasi itu. Apakah dunia kita ini sudah dekat dengan kiamat?
Semoga kita semua bisa memahami makna tanggung jawab yang sebenarnya di kehidupan ini.

MAKNA PENGABDIAN 
     Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, pengabdian berarti hal mengabdi atau mengabdikan. Seorang warga negara yang mengabdi kepada negaranya biasanya berpedoman hidup: "Berjuang bagi negara tanpa mengharapkan imbalan apa-apa."  


     Seorang hamba baru bisa dikatakan mengabdi jika ia berbuat sesuatu bagi tuannya tanpa mengharapkan balas jasa. Matius 25:14-30 menggambarkan dengan jelas arti pengabdian. Hamba yang menjalankan modal tuannya sehingga mendapat untung bagi tuannya, disebut sebagai hamba yang baik dan setia. Tetapi hamba yang tidak mau mengabdi dipecat dari jabatannya.
Demikian pula orang yang mengabdi kepada sesama. Ia akan bertindak dan berkorban bagi sesama tanpa mengharapkan imbalan jasa. Dalam hal ini, kita dapat melihat para donor darah. Mereka menyumbangkan darahnya bagi mereka yang memerlukan, tanpa menuntut imbalan apa pun, sebab tujuannya adalah mengabdi kepada sesamanya.
Sebuah nyanyian anak-anak yang bertema kasih ibu, menjelaskan betapa besar pengabdian ibu itu:

Kasih ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi
Tak harap kembali
Bagai sang surya
Menyinari dunia
Dari syair di atas, pengabdian seorang ibu disejajarkan dengan matahari yang selalu memberi dan tidak mengharapkan balasan. Sungguh suatu gambaran pengabdian yang indah bagi kita.
Dari pembacaan Matius 25:14-30 kita dapat menarik garis pengabdian sebagai berikut.
  1. Pengabdian bukanlah paksaan atau perintah, melainkan sukarela. Ayat 14 menyebutkan bahwa tuan itu mempercayakan hartanya kepada hamba-hambanya ... lalu ia berangkat. Kita tidak menjumpai perintah apa pun tentang menjalankan uang dan sebagainya.
  2. Jikalau seseorang bertujuan untuk mengabdi sehingga ia menjalankan pengabdian dengan baik, berapa pun hasilnya, akan mendapat pahala. Dalam ayat 21 dan 23 kita baca, baik tentang yang mendapat untung lima talenta maupun yang dua talenta, tuan itu berkata: "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; ... Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu."
  3. Hamba yang tidak mau mengabdikan diri mempunyai kecenderungan untuk mengkritik dan menuduh tuannya bertindak sewenang-wenang. Dalam ayat 24 dan 25 kita tidak menemui kritikan tentang jumlah uang yang diberikan. Tetapi tuduhan dan kritikannya berkenaan dengan pertanggungjawabannya atas pemakaian uang itu. Hamba tersebut mengkritik dan menuduh tuannya sebagai orang kejam. Dari dua ayat ini kita dapat menyaksikan bahwa permasalahannya bukan jumlah. Hamba itu tidak rela mengabdi. Ia merasa diperas dan diperalat tuannya.
  4. Hamba yang jahat dan malas dihukum. Ia disebut jahat karena berani memaki-maki tuannya, malas sebab tidak bekerja dengan apa yang telah dipercayakan kepadanya. Hukumannya: ia dipecat dari jabatannya dan dibuang dari lingkungan tuannya. Seorang pekerja di gereja, apa pun jabatannya, perlu menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Jika ia bermalas-malasan, ia digoda untuk menuduh dan mengkritik yang memilih dan melantiknya.

                                                 
MAKNA PENGORBANAN
     Perjalanan mencari ilmu memang terasa berat ketika diri menuntut untuk berkembang. Satu harapan yang terpatri dalam diri, ingin rasanya menikmati hidup di masa depan bersama seorang terkasih. Satu cita-cita yang tergambar jelas dalam benak, memicu diri untuk tetap berlari. “Itulah Masa Depanku ….!!!” seolah jelas terbayang dalam pikiran merubah setiap detik yang kini kurasakan perih.
Satu / Dua tahun bukan masa yang lama. Ia begitu cepat, layaknya nonton OVJ (Opera Van Java) yang dibintangi artis ternama Sule (Pembuat lagu Suami Sieun Istri). He..
Ya masa satu tahun itu begitu singkat, dan banyak membuat suatu perubahan. Saking banyaknya perubahan membuat diri ini tak terbiasa hidup dengan kondisi seperti ini. Seolah diri belum bisa menerima kenyataan hidup yang banyak mengalami perubahan. Namun, di sisi lain perubahan demi perubahan memicu diri untuk ikhlas menerima semua. Sekarang bukan saatnya untuk menyesali diri, bukan saatnya main-main. Bahagia selamanya atau menderita selamanya. Pilihan hidup yang mesti kita pilih, bukan dengan akal, namun dengan perbuatan. Sejauhmana kita menyikapi setiap masalah yang kian muncul secara bertubi-tubi. Masalah yang datang secara keroyokan. Maka sejauh itulah tingkat kedewassan diri kita.
Hidup haruslah memiliki strategi dan tujuan. Tanpa kedua ini mestilah ia bakal terombang-ambing. Mesti ada yang dikorbankan.
“Pengorbanan adalah satu upaya untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari apa yang telah dikorbankan” (Fauzan)
Mengorbankan waktu untuk kepentingan mencari ilmu memang terasa membosankan dan terasa jenuh, namun percayalah kelak kita bakal mendapati hasil dari jerih payah kita selama mencari ilmu.
Masa yang dilalui dan ilmu yang sedang dicari secara tidak sadar telah menjadi sebuah amunisi hidup. Hidup ini layaknya peperangan. Siapa yang tak punya strategi, tak punya amunisi (ilmu), tak punya pasukan (semangat), tak ada komandan (Al-Qur’an) mestilah ia musnah.
Cobalah menerima kenyataan hidup. Katakanlah kali ini adalah miliknya Allah. Setiap masalah akan menyudutkan kita bahkan membawa kita kepada kehancuran bila kita menyikapinya dengan gelisah. Tapi masalah akan membawa kita kepada kesuksesan bila mana disikapi dengan dewasa dengan berbekal empat hal di atas (strategi, amunisi, pasukan, dan komandan).
“Slowly but sure” “perlahan tapi pasti” itulah moto hidupku saat ini. Tak ada gunung yang tak terjal. Untuk mencapai puncak kejayaan hidup dituntut keberanian, pengorbanan, tak kenal putus asa, dan tetap istiqomah.

Referensi
http://pesta.sabda.org/arti_pengabdian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar