Tanggung jawab adalah sifat terpuji yang
mendasar dalam diri manusia. Selaras dengan fitrah. Tapi bisa juga tergeser
oleh faktor eksternal. Setiap individu memiliki sifat ini. Ia akan semakin
membaik bila kepribadian orang tersebut semakin meningkat. Ia akan selalu ada
dalam diri manusia karena pada dasarnya setiap insan tidak bisa melepaskan diri
dari kehidupan sekitar yang menunutut kepedulian dan tanggung jawab. Inilah
yang menyebabkan frekwensi tanggung jawab masing-masing individu berbeda.
Setiap manusia lahir didunia ini memiliki tanggung jawab untuk hidup dan untuk dihidupi, pada saat ini kita sedang ditanggung jawabi oleh orang tua kita untuk sekolah keerguruan tinggi agar kelak tidak kalah dengan zaman. dan kita juga memiliki tanggung jawab kepada orang tua kita untuk bertanggung jawab atas usaha kita dalam kuliah
Tanggung jawab mempunyai kaitan yang sangat
erat dengan perasaan. Yang kami maksud adalah perasaan nurani kita, hati kita,
yang mempunyai pengaruh besar dalam mengarahkan sikap kita menuju hal positif.
Nabi bersabda: "Mintalah petunjuk pada hati (nurani)mu."
Tanggung jawab bisa dikelompokkan dalam dua
hal. Pertama, tanggung jawab individu terhadap dirinya pribadi. Dia
harus bertanggung jawab terhadap akal(pikiran)nya, ilmu, raga, harta, waktu,
dan kehidupannya secara umum. Rasulullah bersabda: "Bani Adam tidak akan
lepas dari empat pertanyaan (pada hari kiamat nanti); Tentang umur, untuk apa
ia habiskan; Tentang masa muda, bagaimana ia pergunakan; Tentang harta, dari
mana ia peroleh dan untuk apa ia gunakan; Tentang ilmu, untuk apa ia
amalkan."
Kedua,
tanggung jawab manusia kepada orang lain dan lingkungan (sosial) di mana ia
hidup. Kita ketahui bersama bahwa manusia adalah makhluq yang membutuhkan orang
lain dalam hidupnya untuk pengembangan dirinya. Dengan kata lain, ia mempunyai
kewajiban-kewajiban moral terhadap lingkungan sosialnya. Kewajiban sangat erat
kaitannya dengan eksistensi seseorang sebagai bagian dari masyarakat. Kita
sadar bahwa kalau kita tidak melaksanakan tanggung jawab terhadap orang lain,
tidak pantas bagi kita menuntut orang lain untuk bertanggung jawab pada
kita. Kalau kita tidak berlaku adil pada orang lain, jangan harap orang lain
akan berbuat adil pada kita.
Ada sebagian orang yang berkata bahwa
kesalahan-kesalahan yang ia lakukan adalah takdir yang telah ditentukan Tuhan
kepadanya. Dan dia tidak bisa menolaknya. Satu misal sejarah; suatu ketika di
masa Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan kemudian dibawa ke
hadapan khalifah. Beliau bertanya: "Mengapa kamu mencuri?", pencuri
itu menjawab "Ini adalah takdir. Saya tidak bisa menolaknya."
Khalifah Umar kemudian menyuruh sahabat-sahabat untuk menjilidnya 30 kali. Para
sahabat heran dan bertanya "Mengapa dijilid? bukankah itu menyalahi
aturan?" Khlaifah menjawab "Karena ia telah berdusta kepada
Allah."
MAKNA TANGGUNG JAWAB
Kata Tanggung jawab tidak asing lagi didalam pikiran kita, artinya adalah siap menerima kewajiban atau tugas yang di bebankan kepada kita. Arti tanggung
jawab di atas semestinya sangat mudah untuk dimengerti oleh setiap orang.
Tetapi jika kita diminta untuk melakukannya sesuai dengan definisi tanggung
jawab tadi, maka seringkali masih merasa sulit, merasa keberatan, bahkan ada
orang yang merasa tidak sanggup jika diberikan kepadanya suatu tanggung
jawab. Kebanyakan orang mengelak bertanggung jawab, karena jauh lebih
mudah untuk “menghindari” tanggung jawab, daripada “menerima” tanggung jawab.
Banyak orang mengelak
bertanggung jawab, karena memang lebih mudah menggeser tanggung jawabnya,
daripada berdiri dengan berani dan menyatakan dengan tegas bahwa, “Ini tanggung
jawab saya!” Banyak orang yang sangat senang dengan melempar tanggung jawabnya
ke pundak orang lain.
Oleh karena itulah
muncul satu peribahasa, “lempar batu sembunyi tangan”. Sebuah peribahasa yang
mengartikan seseorang yang tidak berani bertanggung jawab atas perbuatannya
sendiri, sehingga dia membiarkan orang lain menanggung beban tanggung jawabnya.
Bisa juga diartikan sebagai seseorang yang lepas tanggung jawab, dan suka
mencari “kambing hitam” untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari perbuatannya
yang merugikan orang lain.
Sebagian orang, karena
tidak bisa memahami arti dari sebuah tanggung jawab; seringkali dalam
kehidupannya sangat menyukai pembelaan diri dengan kata-kata, “Itu
bukan salahku!” Sudah terlalu banyak orang yang dengan sia-sia,
menghabiskan waktunya untuk menghindari tanggung jawab dengan jalan menyalahkan
orang lain, daripada mau menerima tanggung jawab, dan dengan gagah berani
menghadapi tantangan apapun di depannya.
Banyak kejadian di
negara kita ini, yang disebabkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, malah
sering dimenangkan atau diberikan bantuan berlebihan oleh lingkungannya dengan
sangat tidak masuk akal. Sungguh sangat menyedihkan. Di masa kini, kita
memiliki banyak orang yang mengelak bertanggung jawab; karena mereka ini
mendapatkan keuntungan dari sikapnya itu.
Dan gilanya, “lepas
tanggung jawab” itu sering didukung oleh lingkungan dekatnya, teman-temannya,
anak buahnya, atasannya, anak kandungnya, bahkan didukung oleh istri atau
suaminya. Anda bisa lihat, misalnya, korupsi, dan manipulasi. Sebagian besar
orang-orang di lingkungan dekatnya pasti mendukungnya, karena mereka semua
pasti ikut merasakan hasil-hasil dari korupsi atau manipulasi itu. Apakah dunia
kita ini sudah dekat dengan kiamat?
Semoga kita semua bisa
memahami makna tanggung jawab yang sebenarnya di kehidupan ini.
MAKNA PENGABDIAN
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, pengabdian berarti hal mengabdi atau
mengabdikan. Seorang warga negara yang mengabdi kepada negaranya
biasanya berpedoman hidup: "Berjuang bagi negara tanpa mengharapkan
imbalan apa-apa."
Seorang hamba baru bisa dikatakan mengabdi jika ia berbuat sesuatu
bagi tuannya tanpa mengharapkan balas jasa. Matius 25:14-30
menggambarkan dengan jelas arti pengabdian. Hamba yang menjalankan
modal tuannya sehingga mendapat untung bagi tuannya, disebut sebagai
hamba yang baik dan setia. Tetapi hamba yang tidak mau mengabdi dipecat
dari jabatannya.
Demikian pula orang yang mengabdi kepada sesama. Ia akan bertindak
dan berkorban bagi sesama tanpa mengharapkan imbalan jasa. Dalam hal
ini, kita dapat melihat para donor darah. Mereka menyumbangkan darahnya
bagi mereka yang memerlukan, tanpa menuntut imbalan apa pun, sebab
tujuannya adalah mengabdi kepada sesamanya.
Sebuah nyanyian anak-anak yang bertema kasih ibu, menjelaskan betapa besar pengabdian ibu itu:
Kasih ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi
Tak harap kembali
Bagai sang surya
Menyinari dunia
Dari syair di atas, pengabdian seorang ibu disejajarkan dengan
matahari yang selalu memberi dan tidak mengharapkan balasan. Sungguh
suatu gambaran pengabdian yang indah bagi kita.
Dari pembacaan Matius 25:14-30 kita dapat menarik garis pengabdian sebagai berikut.
- Pengabdian bukanlah paksaan atau perintah,
melainkan sukarela. Ayat 14 menyebutkan bahwa tuan itu mempercayakan
hartanya kepada hamba-hambanya ... lalu ia berangkat. Kita tidak
menjumpai perintah apa pun tentang menjalankan uang dan sebagainya.
- Jikalau seseorang bertujuan untuk mengabdi sehingga ia
menjalankan pengabdian dengan baik, berapa pun hasilnya, akan
mendapat pahala. Dalam ayat 21 dan 23 kita baca, baik tentang yang
mendapat untung lima talenta maupun yang dua talenta, tuan itu
berkata: "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan
setia; ... Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu."
- Hamba yang tidak mau mengabdikan diri mempunyai
kecenderungan untuk mengkritik dan menuduh tuannya bertindak
sewenang-wenang. Dalam ayat 24 dan 25 kita tidak menemui kritikan
tentang jumlah uang yang diberikan. Tetapi tuduhan dan kritikannya
berkenaan dengan pertanggungjawabannya atas pemakaian uang itu.
Hamba tersebut mengkritik dan menuduh tuannya sebagai orang kejam.
Dari dua ayat ini kita dapat menyaksikan bahwa permasalahannya
bukan jumlah. Hamba itu tidak rela mengabdi. Ia merasa diperas dan
diperalat tuannya.
- Hamba yang jahat dan malas dihukum. Ia disebut jahat
karena berani memaki-maki tuannya, malas sebab tidak bekerja dengan
apa yang telah dipercayakan kepadanya. Hukumannya: ia dipecat dari
jabatannya dan dibuang dari lingkungan tuannya.
Seorang pekerja di gereja, apa pun jabatannya, perlu menjalankan
tugasnya dengan sebaik-baiknya. Jika ia bermalas-malasan, ia
digoda untuk menuduh dan mengkritik yang memilih dan melantiknya.
MAKNA PENGORBANAN
Perjalanan mencari ilmu memang terasa berat
ketika diri menuntut untuk berkembang. Satu harapan yang terpatri dalam diri,
ingin rasanya menikmati hidup di masa depan bersama seorang terkasih. Satu cita-cita
yang tergambar jelas dalam benak, memicu diri untuk tetap berlari. “Itulah
Masa Depanku ….!!!” seolah jelas terbayang dalam pikiran merubah
setiap detik yang kini kurasakan perih.
Satu / Dua tahun bukan
masa yang lama. Ia begitu cepat, layaknya nonton OVJ (Opera Van Java) yang
dibintangi artis ternama Sule (Pembuat lagu Suami Sieun Istri). He..
Ya masa satu tahun itu
begitu singkat, dan banyak membuat suatu perubahan. Saking banyaknya perubahan
membuat diri ini tak terbiasa hidup dengan kondisi seperti ini. Seolah diri
belum bisa menerima kenyataan hidup yang banyak mengalami perubahan. Namun, di
sisi lain perubahan demi perubahan memicu diri untuk ikhlas menerima semua.
Sekarang bukan saatnya untuk menyesali diri, bukan saatnya main-main. Bahagia selamanya
atau menderita selamanya. Pilihan hidup yang mesti kita pilih, bukan dengan
akal, namun dengan perbuatan. Sejauhmana kita menyikapi setiap masalah yang
kian muncul secara bertubi-tubi. Masalah yang datang secara keroyokan. Maka
sejauh itulah tingkat kedewassan diri kita.
Hidup haruslah memiliki
strategi dan tujuan. Tanpa kedua ini mestilah ia bakal terombang-ambing. Mesti
ada yang dikorbankan.
“Pengorbanan adalah satu
upaya untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari apa yang telah dikorbankan” (Fauzan)
Mengorbankan waktu untuk
kepentingan mencari ilmu memang terasa membosankan dan terasa jenuh, namun
percayalah kelak kita bakal mendapati hasil dari jerih payah kita selama
mencari ilmu.
Masa yang dilalui dan
ilmu yang sedang dicari secara tidak sadar telah menjadi sebuah amunisi hidup.
Hidup ini layaknya peperangan. Siapa yang tak punya strategi, tak punya amunisi
(ilmu), tak punya pasukan (semangat), tak ada komandan (Al-Qur’an) mestilah ia
musnah.
Cobalah menerima
kenyataan hidup. Katakanlah kali ini adalah miliknya Allah. Setiap
masalah akan menyudutkan kita bahkan membawa kita kepada kehancuran bila kita
menyikapinya dengan gelisah. Tapi masalah akan membawa kita kepada kesuksesan
bila mana disikapi dengan dewasa dengan berbekal empat hal di atas (strategi,
amunisi, pasukan, dan komandan).
“Slowly but sure” “perlahan tapi pasti” itulah moto hidupku saat
ini. Tak ada gunung yang tak terjal. Untuk mencapai puncak kejayaan hidup
dituntut keberanian, pengorbanan, tak kenal putus asa, dan tetap istiqomah.
Referensi
http://pesta.sabda.org/arti_pengabdian